Sabtu, 02 Juli 2016

Kakak Ku Yang Manja

Kakak Ku Yang Manja - Aku percepat sepeda motorku agar cepat sampai di rumah Kak Tias. Sudah 2 tahun aku tak bertemu dengannya, sejak aku ditempatkan di Kalimantan setelah aku menyelesaikan kuliahku. Rasa rinduku pada kakakku yg sangat manja kpadaku dan sangat memanjakanku tak kepalang. Walau dia sudah menikah dan sudah punya seorang anak, aku tetap merindukannya.


Aku teringat semasa kami kecil, aku selalu menjadi ayah dan dia menjadi ibu dan kami bermain di samping rumah di bawah pohon manggis. Kami pun masuk ke pondok di pinggiran kali kecil, lalu ami membuka baju kami, mempraktekkan bagaimana tetangga kami bersetubuh yg kami intip. Oh… kenangan itu.
Bermain sampai kami lepas SD, kemudian kami masuk SMP. Usia kami terpaut hanya 2 tahun. Kami pernah sama-sama di SD dan kami sama-sama di SMP, kemudian kami sama-sama di SMA, kemudian kami sama-sama kuliah dan saat kuliah, aku dan kakaku Tias sama-sama diwisuda. Saat aku ke Kalimantan aku tak bisa menghadiri pernikahakannya. Dia adalah korban kawin paksa oleh ayah kami.
Begitu aku tiba di depan rumahnya, dia langsung menghambur dan memeluk diriku dan kami berpelukan. Kami ingat bagaimana kami sama-sama sekolah boncengan naik sepeda sampai tamat SMA dan kemudia sama-sama mahasiswa. Sejak SMP dan SMA kami sudah pacaran. Pacaran dimana kami saling berkirim surat. Aku menulis surat padanya, kemudian dia tulis surat padaku lalu diberikannya untuk aku baca.
Setelah mahasiswa, kami membeli sebuah buku catatan harian dan kami isi bersama-sama. AKu menulis di buku itu kemudian kakakku akan membalasnya. Dalam keseharian kami, kami tdk pernah membicarakan tentang cinta kami. Kami hanya membicarakan tentang cinta kami di dalam buku catatan harian kami (Diary) saja.
Setiap akhir tahun, kami membuat acara pembakaran buku catatan harian kami. Terkadang kami melakukannya di gunung, karean kami samapsama suka mendaki gunung, atau di puncak di sebuah hotel kecil. Kami sudah terlalu sering tidur bersama. Kami berciuman saling mengelus. Paling indah bagiku, saat pertama kali aku dibenarkan mengulum buah dadanya dan pertama kali dia mengulum penisku. Indah sekali.
Perbuatan itu tak sampai lebih dari sana. Aku harus taat pada perjanjian kami di buku diary. Kalau aku trak boleh merusak kegadisannya. Aku hanya diberikan kesempatan untuk melihatnya, kemudian diizinka untuk mengelus rambut-rambut halus di vaginanya.
Terakhir aku diizinkan mencium vaginanya. Saat aku meminta untuk menjilatnya, aku hanya diizinkan dengan pengawasannya yg ketat. Duh… aroma vagina Kak Tias masih terngiang dalam kenanganku dan aku masih mampu merasakan aroma mesum vagina-nya. Apakah pertemuan kami kali ini, aku masih mendapatkan it7u. Apakah aromanya tetap sama, setelah dia menikah dan sudah punya seorang anak yg kini hampir berusia dua tahun itu?
Aku terkejut saat mengetahui kalau ternyata anak yg dilahirkannya hanya berusia empat bulan kemudian meninggal. Katanya dia sengaja tdk memberitahukanku, agar aku tdk bersedih. Linangan airmatanya membuatku mengelusnya dan menciumnya. Saat itulah aku mengerti, kenapa Kak Tias sangat merindukanku, karean suaminya jarang di rumah, karena lebih banyak di rumah isteri tuanya. Aku geram mendengarnya.
Tak berapa lama, suami kak Tias datang dan kami berkenalan. Saat itu aku mengemukakan, agar Kak Tias mau menemani aku ke rumah orangtua kami, karena akui sudah kangen pada kedua orangtua dan kangen juga kepada Kak Tias. Dengan senang hati, suami Kak Tias menyetujuinya bahkan mengatakan dia akan berangkan ke Ambon selama sebulan lebih untuk sebuah proyek. Dia memberikan sejumlah uang kepada kami untuk biaya selama sebulan di rumah orangtua dan perjalanan. Hanay itu, tanpa basa-basi dia langsung pergi. Aku jadi mengerti kenapa Kak Tias selalu mengeluh pada suaminya itu.
Dengan mengendarai sepeda motor kami hanya membawa dua buah ransel. Ransel Kak Tias di punggungnya dan ranselku tergantung di bahuku dan berada di dadaku. Dengan senang dan bahagia sekali Kak Tias memelukku erat dari belakang. Teteknya menempel erat di punggungku. Aku juga bahagia.
“Kak aku jadi horny, tetek kakak nempel di pungungku,” kataku.
“Lantas bagaimana?”
“Bagaimana kalau malam ini kita menginap di hotel saja dan besok pagi kita lanjutkan perjalanan,” kataku.
“SIapa takut…” Kak Tias menjawab dengan sangat bahagia sekali.

20 menit kemudian aku membelokkan sepeda motorku ke sebuah hotel melati yg bersih dan sepi. Kami memesan sebuah kamar dan emmasukinya. Aku mengajaknya mandi bersama. Kak Tias tersenyum dan langsung mengangguk kepalanya tanda setuju.
“Sekarang kamu bebas. Bukalah pakaianku sampai aku bugil,” katanya.
Aku melakukannya dan aku menatap tubuhnya yg indah. Saat itu juga Kak Tias melepas satu persatu kancing bajuku, hingga semuanya sudah terlepas dari tubuhku. Kami berdua sudah bugil. Kami berlepukan dan saling berpagutan. Tubuh kami tanpa sehela benang pun demikian rapat. Aku membopongnya memasuki kamar mandi.
Tentu saja kami tdk langsung mengguyur tubuh kami dengan air sejuk itu. Kami melanjutkan pagutan kami. Dengan aroa keringat selama dua jam naik sepeda motor, ternyata membuat kenangan indah kami kembali terngiang. Aroma tubuh kami, masing-masing membuat kami merindukannya.
Setelah puas berpagutan kami pun mengguyur tubuh kami dengan air sejuk dan kami saling menyabuni. Setelah bersih kami mengeringkan tubuh kami dengan handuk empuk dan bersama kami kembali ke ruang kamar tidur. Saat itu Kak Tias langsung membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur dann aku tak tahan melihat keindahan tubuh Kak Tias. Aku kembali meniumnya dan kami pun…
Entah bagaimana mulanya, aku pun tak mengerti. Jelasnya, kami sudah sama-sama bugil di atas ranjang. Lampu temaram di dalam kamar, membuat kami semakin asyik saja. Nafsu semakin menggebu. Lidah kami salingb ertautan dengan buas. Kak Tias tak mau diam. Dia terus memelukku dan meremas-remas rambutku. Nafasnya semakin memburu dan…
“Ayo naik ke atas tubuhku…” pintanya. Aku menaiki tubuhnya dan menindihnya dari atas.
“Tolong jangan siksa aku. Masukin cepat…” katanya dengan nafas terengah-engah. Kutusuk lubang nikmatnya.

Memek yg sudah sangat basah itu, dengan cepat dimasuki oleh kontolku yg mengheras dan tegang.
“Oh… nikmat sekali. Hangat dik,” katanya dan terus meremas rambutku sembari lidahnya terus menerus mempermainkan lidahku.
Tanpa kuasa, Kak Tias langsung menjepitkan kedua kakinya ke pinggangku. Dengan buasnya dia mempermainkan tubuhnya dari bawah sampai aku terayaun-ayun di atas tubuhnya.
Aku kehilangan keseimbangan. Aku terbuai oleh nafsu yg menggebu-gebu. Dan aku berteriak tertahan.
“Aku sudah mau sampaiiii” kataku.
“Ya. Keluarin sebanyaknya,” desis Kak Tias.

Aku melepaskan spermaku beberapa kali ke lam lubang nimmat itu. Banyak sekali perasaanku. Kak Tias terus memelyukku dengan kuat sembari histeris kecil dan menjepit kedua kakinya semakin kuat dan memeluk tubuhku dengan kuat pula. Aku merasakan kehangatan lendir yg membasahi dari dalam tubuh Kak Tias.
Ada 1 menit dia masih memeluk tubuhku dan nafasnya mendesah-desah di telinagku. Nafas yg hangat di lubang telingaku membuatku bergidik. Lama kelamaan pelukan Kak Tias seemakin melemah dan jepitan kakinya juga demikian. Kami berkeringat dan mengeluarkan aroma tubu kami masing-masing.
“Terima kasih dik. Aku kembali terasa seperti hidup setelah sekian lama aku mati dalam rasa,” katany perlahan dengan nafas yg belum teratur.
“Aku juga sangat merindukanmu, Kak,” kataku. Kami bertatapan dn tersenyum.

Berdua kami ke kaqmar mandi membersihkan diri setelah kami mampu mengatur nafas kami menjadi normal kembali. Siraman air sejuk membuat kami semakin tenang. Aku mencuci kontolku dan Kak Tias menyabuni memeknya. Kami keluar kamar mandi. Saat Kak Tias mau membalut tubuhnya pakai handuk aku melarangnya. Aku ingin sepanjang malam ini, kami tdk tertutupi sehelai benangpun kami aku ingin bertelanjang bulat bersama sampai besok pagi.
Kembali kami naik ke atas ranjang dengan ditutupi oleh selimut tipis milik hotel. KIpas angin masih terus mengipas-ngpaskan angin dalam ruangan 4 x 4 meter itu. Keringat kami berangsur hilang dan tanpa kami sadari kami tertidur pulas. Kami tdk bermimpi apa-apa. cerita sex
Kami melanjuutkan perjalanan dengan sepeda motor. Sampai akhirnya kami sampai di rumah kedua orangtua kami yg menyambut kami dengan senang. Mereka mengetahui, kalau kanmi sejak kecil adalah adik beradik yg sangat akrab dan saling memanjakan. Mereka menangapi biasa saja saat kami berdua tiba dengan sepeda motor.
TIga hari di rumah orangtua kami, kami kembali lagi ke kota. Kami sengaja pergi saat matahari mau muncul ke bumi. Perlahan lahan kami mengedarainya. Toh kami akan menginap lagi di hotel barang semalam baru kami tiba di rumah Kak Tias. Saat itulah kami membicarakan segala sesuatunya, termasuk tuntutan Kak Tias mau bercerai dari suaminya. Dia akan menuntut sebuah rumah dan sebagainya. Nampaknya menurut telangkai, suaminya bakal memberikan sebuah rumah dan sebidang tanah untuk Kak Tias. Kak Tias ingin memberikan sawah itu kepada orangtua kami dan rumah itu akan dijual. Kak Tias akan ikut aku ke seberang pulau. Aku senang sekali.
“Aku berharap, kamu mau menikahi aku, Dik,” katanya. Ucapannya membuatku terbelalak.
“Bahaya, Kak,” kataku.
“Tolong aku, kalau kamu sayang padaku. Aku tak mau berpiosah denganmu. Bagaimana caranya, kamu harus menikahiku. Jadikan aku isterimu,” katanya.

Rasanya pusing juga aku memenuhi permintaannya itu. Tapi dia mengancam, kalau aku tdak menikahinya, dia akan bunuh diri, karena dia tak mau menikah dengan laki-laki lain yg pasti tdk akan menyayginya seperti aku menyayginya. Kami putar otak agar kami bisa menikah. Dengan seorang calo nikah, akhirnya kami mendapatkan apa saja yg dibutuhkan. Semua surat sudah terpenuhi, kemudian kami m enikah, padahal perceraian belum juga terlaksana.
Begitu surat nikah sudah ditangan kami, perceraianpun terlaksana. Kakak menerima putusan mahkamah Syariah, dia mendapat sebuah rumah yg mereka tinggali dan sepetak sawah di akmpung yg tdk luas. Kak Tias tak memikirkan apa-apa lagi pokoknya putusan hakim dia terima. Demikian gampangnya. Akhirnya setelah negosiasi, rumah yg seharusnya milik Kak Tias diuangkan saja. Dengan cepat suaminya membayar rumah itu dan sekaligus uang tenggang idhah-nya selama 100 hari.
Dengan izin orangtua, aku me bawa Kak Tias ke seberang pulau. Kami tingal di sebuah desa dan melapor kepada kepala desa dengan surat nikah kami. Akhirnya Kak Tias menjadi sisteri resmiku. Rumah mungilku aku perbaiki dan Kak Tias membuka usaha kecil-kecilan di depan rumah dan aku bekerja sebagaimana biasanya.
5 bulan kemudian, Kak Tias hamil. Kami senang sekali. Rezeki kami pun membaik. Rumah meungil sudah diperbesar sedikit dan kami sudah memiliki sebuah truk pengangkut kebutuhan pekerjaanku. Kamio juga memiliki 10 hektar lahan sawit.
Ketiga aku memiliki tiga orang anak. kedua orangtuaku ingin sekali datang untuk melihat anakku dan katanya dia ingin melihat anak Kak Tias yg kami katakan Kak Tias juga sudah memiliki anak. Akhirnya aku poutuskan aku kembali ke desa untuk menjelaskan kepda mereka, apa yg terjadi.
Mulanya kedua orangtua kami tdk bisa menerima apa yg aku sampaikan. Dengan berbagai alasan, kalau aku tdk menikahi Kak Tias, dia akan bunuh diri dan tak mau lagi jadi korban kawin paksa dan setrusnya dengan berbagai bujuk rayu, akhirnya ibu kami mulanya dapat menerima, kemudian ayah kami menyerah.
Aku membawa merek anaik pesawat terbang ke ibukota provinsi, kemudian nyambung naik bus dan sampailah di rumah kami. Meloihat tiga cucunya, kedua orangtua kami tdk bisa berbuat apa-apa dan hanya mampu menimang cucu mereka. Seminggu kemudian mereka aku antar sampai lapangan terbang. Aku tak mengetahui apa yg ada di dalam pikiran mereka.
Sejak itu, antara kami tdk ada lagi komunikasi. Anak-anak kami tumbuh dewasa dan sehat. Kami bahagia. - Kakak Ku Yang Manja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar