Jumat, 19 Februari 2016

Birahi Pertama Dea

Birahi Pertama Dea – Tiba-tiba saya mendapatkan email dari seorang wanita yang bernama Dea. Umurnya 27 tahun. Dia tinggal di satu kota yang berbeda dengan kota tempat tinggalku. Emailnya singkat, hanya menanyakan kebenaran ceritaku. Setelah beberapa kali saling berkirim email, Dea memberikan nomor handphone-nya padaku.


“Boy.. Kamu tinggal di kota mana sih?” tanya dea di email.
“Kota ini.. Cuma aku sering pergi ke luar kota untuk urusan bisnisku” jawabku.
“Wah liburan lebaran ini aku mau ke kotamu.”
“Oh ya? Ok nanti kita atur waktu untuk bertemu. Siapa tahu kita bisa kencan.. Oh ya kirim fotomu dong?” balasku di email.
“Sory, gue nggak ada foto..” balas Dea.
“Ah masa.. Pasti ada lah..” bagiku hampir tak mungkin seseorang tak punya foto.
“Ada sih, tapi jelek.. Ntar aja kalau aku ke kotamu aku foto dan kasih ke kamu”

Yah, aku tahu Dea jujur. Dari isi emailnya, aku tahu dia orangnya tidak suka basa basi. Karena itu aku oke saja menunggu fotonya.
Hari kedatangan Dea pun tiba. Malamnya aku meneleponnya.
“Udah nyampe? Kamu tinggal di mana?”
“Udah dari tadi.. Tinggal di sini..” katanya menyebutkan nama suatu daerah.
“Bisa tahu nomor teleponnya? Aku telepon di rumah saja ya?”

Cerita Sex Nyata | Aku ingin tahu apakah dia mau memberikan nomor teleponnya. Sekalian berhematlah. Ternyata Dea mau memberikan nomor teleponnya. Lalu aku meneleponnya. Kami bicara tidak banyak karena aku memang sedang sibuk. Lalu aku membuat janji untuk datang ke rumahnya.
Aku datang beberapa hari kemudian. Di perjalanan aku berdebar-debar memikirkan seperti apa si Dea ini. Setelah sempat salah rumah, aku menemukan rumahnya. Dea manis orangnya. (kalau baca cerita ini jangan senyum sendiri ya, Dea!), tubuhnya seksi dengan tinggi 170 cm/65 kg. Kate Winslet memiliki postur 168 cm/65 kg. Jadi bisa dibayangkan kira-kira tubuh Dea, sama sekali tidak gemuk menurutku. Beratnya mungkin banyak terfokus di buah dadanya dan pinggulnya yang sexy. Belakangan aku baru tahu ukuran bra-nya 36B. Kulitnya kuning bersih seperti orang Chinese kebanyakan. Dengan rambut sebahu, bibir penuh dan tanpa make up, dia kelihatan natural.
Kami ngobrol cukup lama. Orangnya enak diajak bicara. Banyak bahan yang bisa dia ceritakan. Mulai pekerjaannya, mantan pacarnya, teman-temannya, keluarganya, sampai akhirnya kami membicarakan cerita yang kutulis, respon pembaca dan banyak hal lain. Satu hal yang kusukai darinya adalah keterusterangannya. Meskipun kadang topik membuatnya malu, tetapi Dea tetap menyambut setiap bahan pembicaraan kami. Waktu menunjukkan pukul 21.30 dan aku memutuskan untuk pulang. Dalam hati aku masih bimbang untuk mengajaknya berkencan atau tidak. Akhir-akhir ini pekerjaanku menumpuk dan menyita waktuku.
Kami berdua berjalan menuju gerbang rumahnya. Dea tinggal di rumah neneknya selama di kotaku. Mataku menjelajahi rumah dan sekelilingnya. Banyak orang di rumah seberang. Wah, padahal aku ingin menciumnya. Ketika Dea membukakan kunci gerbang, bahunya yang terbuka putih mulus membuatku ingin memeluk dan mencium tengkuknya. Akan tetapi aku tak jadi melakukannya.
“Aku pulang ya.. Dea? Tunggu besok ya, kalau ada waktu aku akan mengajakmu kencan” kataku. Dea mengangguk.
Aku segera masuk mobilku dan pulang. Sampai di rumah aku menulis SMS untuk Dea.
“Dea.. Menurutmu aku orangnya gimana?”
“Kamu cute, Boy. Tinggi juga tubuhmu. Aku baru kali ini sampai mendongakkan kepalaku waktu bicara dengan cowok.. Soalnya aku tinggi juga.. Kalau aku menurutmu?”
“You’re so sweet, girl.. Tadi aku ingin menciummu tapi banyak orang..”
“Wah.. Thanks.. U ingin menciumku? Aku juga lho.. Tapi kukira Boy tidak tertarik padaku tadi..” astaga.. Siapa yang tidak tertarik dengan bibir penuh dan tubuh tinggi seksi itu?
“What a missing moment! Aduh.. Tahu gitu tadi aku akan mengajakmu masuk mobil dan menciummu!” aku jadi menyesal tidak menciumnya tadi. Aku kehilangan kesempatan bagus.
“Iya.. Aku jadi kepikiran missing moment tadi..”
“Oh ya Dea.. Kalau besok aku pasti tidak bisa mengajakmu keluar. Ada janji dengan client. Mungkin besok lusa ya.. Aku ke rumahmu malam.”
“Oh.. Besok gak bisa ya? Aku available-nya cuma sampai besok lusa malam. Pagi-pagi aku sudah pulang ke kotaku..”
“Oh gitu? Ya besok lusa aja deh. Gimana kalau kita ke hotel saja?”
“Tak masalah. Tapi tidak bisa menginap lho. Soalnya paginya aku sudah harus pulang..”

Aku mulai menghitung waktu. Kesibukanku yang luar biasa sangat menguras fisikku. Aku tiba-tiba kuatir tidak bisa memuaskan Dea. Bagaimana jika nanti aku lemah? Aku pun menulis SMS lagi ke Dea.
“Tapi kalau aku capek, kita tidak usah ke hotel ya? Daripada belum-belum aku sudah ejakulasi.. Kan kasihan kamunya kalau tidak bisa orgasme..”
“Aku tidak mengejar orgasme, Boy. Bagaimana kalau aku bilang, sangat sulit membuatku orgasme? Aku suka aktifitasnya. Cium, peluk, have, making love.. Aku tidak mengejar orgasmenya..”

Aku jadi bingung sendiri. Aku tidak mungkin melepas pekerjaanku, tetapi aku juga tidak ingin melepas kesempatan bercinta dengan salah satu pembaca Rumah Seks ini yang sudah jauh-jauh ke datang kotaku. Aku masih berpikir ketika SMS dari Dea datang lagi.
“Boy.. Ini one nite stand pertamaku. Aku ke kotamu belum tentu 1 tahun sekali. Mungkin kita tidak akan punya kesempatan ke dua kalinya..”
“Aku cuma kuatir nanti akan mengecewakanmu..” balasku.
“Boy, bukankah seharusnya yang memutuskan kecewa atau tidak itu aku? Jangan seperti itu.. karena justru membuatku kepikiran. Make no sense banget deh..”

Ya, Dea benar. Kesempatan di depan mata yang mungkin tidak akan terulang lagi tidak boleh disia-siakan.
“Oke deh.. Besok jam 5 sore aku jemput. Kita ke hotel short time saja. Oh ya Dea.. Pasanganmu biasanya pake kondom tidak? Aku terbiasa pake kondom.
Demi menjaga kesehatan dan mencegah kehamilan” tulisku lagi di SMS.
“Boy, aku minum pil anti hamil kok. Aku juga bersih, bebas penyakit.”
“Aku juga sehat, Dea.. Soalnya aku baru 1x tanpa kondom, dengan Cie Yeni itu..” kataku.
“Boy, ini one nite stand pertamaku. Selama ini aku having dengan orang yang sudah kukenal lama. Jadi, kalau kamu mau pake kondom, itu better for me.”

Ya, pikiran Dea sama denganku. Kami belum saling kenal sebelumnya. Resiko terkena penyakit cukup besar.
“Wah.. Thanks Dea. Tadi aku kuatir menyinggung perasaanmu. Kalau gitu aku akan pakai kondom saja.. Oh ya, u aktif atau pasif waktu ML?”
“Aku tergantung pasanganku. Bisa aktif bisa pasif. Kamu suka cewek yang seperti apa Boy?”
“Aku suka cewek aktif. Boleh agresif boleh tidak. Tetapi yang penting aktif. Kalau oral atau dioral kamu suka?”
“Aku suka dioral kalau enak.. Kalau mengoral aku bisa cuma tidak pandai. Kalau kamu?”
“Aku suka dioral. Kalau mengoral, aku mau saja tapi agak sensitif dengan bau..” kataku.
“Oh ya? Aku tidak pernah dikomplain soal bauku kok..” kami terus mengobrol sampai larut malam sampai akhirnya Dea kehabisan pulsa.

Besok sorenya aku jemput Dea dan segera ke hotel untuk check in short time. Dea tampily dengan tank top dan celana jeans. Lipstik tipis, mascara dan bedak tipis membuatnya lebih cantik. Di sepanjang jalan aku tidak banyak bicara. Aku lebih banyak berpikir bagaimana nanti aku bisa memuaskannya. Aku merasakan tubuhku tidak fit. Tetapi memikirkan bergumul dengan wanita yang sekarang duduk di sebelahku di mobil, membuatku segar. Asyik.. Sebentar lagi aku bercinta lagi. Sudah lama aku tidak bercinta. Sekitar 2 bulan.
Sampai di kamar hotel aku memesan air mineral dan menyalakan televisi. Dea duduk di tepi ranjang setelah meletakkan tasnya.
“Wah.. Aku nervous, Boy..” katanya.
Aku terkejut. Wanita ini nervous! Haha.. Ada-ada saja. Tapi aku memahaminya. Ini adalah pertama kalinya Dea hendak ML dengan orang yang belum lama dikenalnya. Pasti ada keragu-raguan dan banyak pikiran yang membuatnya nervous. Aku harus berusaha menenangkannya.
Perlahan tanganku meraih pinggangnya yang terbuka. Aku mengusapnya lembut. Dea agak kegelian. Dia memegang tanganku.
“Wah.. Kok bisa nervous ya. Padahal waktu ML pertama kali saja tidak nervous..”
Aku hendak menjawabnya ketika room boy datang membawa minuman yang kupesan. Aku minum sedikit lalu berbaring. Dea masih kaku duduk di pinggir ranjang. Akhirnya kutarik tubuhnya untuk berbaring. Maksudku ingin membuatnya rileks dengan berbaring. Setelah Dea berbaring, aku menghampiri lehernya dan menghembuskan nafasku pelan-pelan. Dea melenguh. Dia membalikkan badannya dan mulai mencium bibirku.
Aku membalasnya dengan hangat. Bibir Dea penuh. Dia mahir sekali melumat bibirku sambil menghisap. Enak, guys! Kami beradu bibir, lidah dan seluruh mulut. Saling melumat, menjilat dan menghisap. Kurasakan nafas Dea mulai memburu. Ciuman bibir kami terlepas. Aku mulai mencari titik erotis di wajahnya. Mulai dahi, pipi, leher kucium. Reaksinya biasa saja. Waktu aku mencapai telinganya, desahannya semakin keras. Telinganya sensitif. Kami bercumbu terus. Aku berkonsentrasi di bibir dan telinganya. Tanganku memegang kepalanya. Tangan Dea bergerak meraba perutku dan naik menuju dadaku. Dia meraba-raba dan memainkan puting dadaku. Geli dan lumayan enak.
Kami berciuman cukup lama. Tanganku bergerak meraih kait bra-nya. Ternyata sulit terbuka! Dea tertawa. Dia kemudian melepas tank top dan bra-nya. Aku menelan ludah melihat payudara 36B-nya. Wow! Putingnya merah menantang sangat menonjol. Baru kali ini aku melihat puting seseksi itu. Aku tidak segera meraih payudaranya. Aku terlebih dahulu menikmati dengan melihatnya. Kuraba bagian tengah dadanya. Turun ke perutnya. Membuat gerakan melingkar membuatnya menggelinjang geli. Naik merayap ke lembah payudaranya. Dea mengira aku akan meraih putingnya. Ternyata dia salah. Aku hanya berputar-putar di payudaranya tanpa memberikan tekanan apapun..
“Uh.. Jahat..” bisik Dea.
Ya, belum saatnya meraih payudaranya. Aku kembali menciumnya. Turun ke leher dan merayap ke dadanya. Hidungku menelurusi payudaranya dan tiba di putingnya. Kemudian kuturunkan kepalaku. Lidahku menjilat melingkar di perut, naik ke payudaranya, berputar-putar seperti pendaki gunung yang berusaha mencapai puncak. Tubuh Dea mulai gelisah. Aku tahu dan mulai menjilat puncak putingnya dengan seluruh lidahku. Penuh..
“Aach..” Dea mengerang.
Aku menjilat dan mulai menghisap putingnya. Tanganku bergerak memijat punggungnya. Kemudian pinggang dan perutnya. Aku berusaha membuat aliran darahnya merata di semua bagian tubuhnya. Dea menggelinjang terus saat kupijat dan kuraba punggungnya. Jariku membuat gerakan sangat halus hingga membuat saraf-sarafnya bereaksi. Darahnya mengalir lebih cepat dan Dea semakin terangsang. Tubuhnya bergetar menahan rangsangan di punggungnya. Aku menahannya dengan tanganku, tak membiarkannya terlepas. Titik erotisnya banyak tersebar di punggung. Karena itu guratan jariku di punggungnya membuat Dea semakin terangsang.
Perlahan aku menurunkan celana dalamnya. Wow.. Vagina yang seksi terpampang di depan wajahku. Persis di mukaku! Vaginanya halus tanpa ada bulu. Dea mencukur bersih vaginanya. Aku menciumnya. Hmm.. Tidak bau. Hanya ada aroma khas vagina yang memang sudah seharusnya ada. Aku menjulurkan lidahku. Menjilatnya sepenuh hati. Semua jadi sasaranku. Labia mayora, labia minora, dan akhirnya aku menyerang klitorisnya. Daging berwarna merah muda di tempat bibir dalam vaginanya bertemu itu kujilat habis-habisan.
“Oh Yess..” desah Dea.
Tubuhnya mulai bergetar hebat. Aku terus menjilatnya sambil sesekali menghisapnya. Kepalaku tepat berada di antara kedua kakinya. Lama-kelamaan kakinya menjepit kakiku. Jepitan yang mulanya biasa, sampai akhirnya jepitannya kuat sekali.
“Argh.. Oh God.. Ah.. Ah..” desah Dea. Aku makin bersemangat menjilatnya.
“Aku nggak kuat, Boy.. Argh..”

Dea makin kuat mendesah dan mengerang.. Siapa peduli? Aku akan menyiksanya lebih jauh lagi dengan kenikmatan yang dahsyat. Dalam.. Tidak terlupakan. Tubuh Dea menggelinjang makin kuat.
“Ogh.. Boy, aku tak tahan.. Sudah! Sudah!”
Kakinya melepas jepitannya. Tapi aku malah menahan kakinya dan terus menjilatnya. Siksaan nikmat ini harus kulakukan. Dea berteriak makin kuat. Akhirnya dia bangun. Kakinya tak dapat kutahan lagi. Dia bangun dan menerkamku.
“Aku nggak kuat lagi, Boy!” raung Dea.
Tubuhku ditariknya berbaring dan dia menindihku dari atas. Tangannya mencari penisku dan berusaha memasukkannya ke vaginanya.. Astaga! Penisku masih belum sempurna ereksinya. Otomatis penetrasi gagal dilakukan. Sangat sulit masuk ke vagina kalau penis tidak cukup keras. Perlahan, bukannya mengeras, penisku justru semakin loyo! Apa yang kutakutkan terjadi. Fisikku yang sedang kelelahan membuat penisku gagal ereksi.
“Bantu aku, Dea..” kataku shock.
Aku malu sekali. Dea meraih penisku dan meremasnya. Kemudian dia mengoralku. Gagal. Penisku makin tidur. Aku makin shock.
“Sudah, Dea.. Nanti saja..” kataku pelan.
Aku seperti jatuh dari lantai tingkat sepuluh dan jatuh dengan keras ke bumi. Sakit, malu dan sangat terkejut. Ini adalah pertama kalinya aku gagal ereksi.
Kami sama-sama berbaring. Dea mungkin mengira aku sudah habis malam itu. Tapi pikiranku tidak mau kalah. Aku mengingat-ingat apakah benar kelelahan jadi faktor utamaku gagal ereksi?
“Sory Dea.. Ini baru pertama kalinya aku alami” ujarku dengan sangat malu.
“Its Okay, Boy. Kamu kan memang lagi kecapekan..” jawabnya.

Aku tak tahu apa yang dipikirkannya. Tetapi walaupun dia tidak mempermasalahkan kejadian ini, aku yang mempermasalahkannya! Aku meraba penisku dan mencoba mengocoknya. Ternyata penisku bereaksi bagus. Mungkin karena 2 bulan tidak ML? Mungkin saja. Aku terus mengocok penisku dan dalam waktu sangat singkat aku berejakulasi. Aku senang bisa ejakulasi. Itu tandanya aku tinggal menunggu penisku ereksi lagi. Aku butuh makan untuk menambah energiku. Sudah jam 19.00. Aku menelepon room service dan memesan nasi rawon dan ice tea.
Makanan datang dan aku segera memakannya. Kudengar hujan turun dengan lebat. Aku suka sekali dengan suara hujan. Membuatku merasa nyaman. Selesai makan aku minum cukup banyak supaya bau rawon di mulutku hilang. Kemudian aku berbaring di ranjang. Aku merasakan penisku mulai normal lagi. Perlahan kepercayaan diriku muncul. Aku berusaha keras melupakan kejadian tadi. Untungnya Dea cukup sabar dan memberiku semangat.
“Gak apa-apa kok. Jangan dipikirkan, nanti kamu malah trauma. Kan memang kamu lagi capek banget..”
Kata-kata Dea menguatkanku. Aku yang tadi sangat shock dan malu mulai percaya diri. Kubuka kondom dan mulai memakainya. Tidak masalah penisku belum ereksi penuh. Belum lama rebahan di ranjang, Dea kembali naik ke atas tubuhku dan mulai menciumku. Dia menikmati sekali mencumbuku. Aku mengikuti tempo-nya.
Rata-rata wanita butuh waktu 15-30 menit untuk orgasme, sedangkan pria cuma 3-5 menit, karena itu tidak ada gunanya aku menggebu-gebu. Kubiarkan Dea menguasaiku. Menghisap bibirku, menghisap lidahku. Kelebihannya memang di ciumannya. Sementara gerak tubuh dan tangannya belum terlalu mahir. Tetapi tubuh telanjang kami yang saling bersentuhan, yang bergerak alami, sudah cukup untuk membuat kami intim.
Payudaranya yang seksi menempel erat di dadaku. Kenyal dan lembut.. Perutnya.. Terasa hangat di perutku. Kulit kami bersentuhan dan menggesek pelan memberikan stimuli nikmat yang menggetarkan hati. Jantung kami memompa darah lebih cepat. Nafas makin memburu. Ciuman Dea makin dalam. Makin panas. Aku juga sudah mulai panas. Kutingkatkan kekuatanku. Aku menyerbu bibirnya dengan panas. Kami saling melumat makin liar, makin keras, makin cepat.. Luar biasa nikmat. Aku membayangkan.. Berciuman saja sudah sedemikian nikmat, apalagi nanti kalau penisku sudah menembus vaginanya? Perlahan-lahan ereksi penisku mencapai puncaknya. Keras sekali. Dalam hati aku senang sekali. Aku makin percaya diri.
“Dea.. It’s the time..” bisikku sangat pelan nyaris tak terdengar.
Sambil tubuh Dea tetap berada di atasku, aku memasukkan penisku dari arah pantatnya. Penisku yang sudah tegak perkasa dengan berani menusuk masuk vagina Dea.
“Ogh..” kami sama-sama mengerang.
Kemudian tubuh kami sama-sama bergoyang mengejar gesekan nikmat antara penis dan vaginanya. Kami sama-sama bergerak. Terkadang tempo kami berbeda hingga membuat gesekan terasa tidak nikmat. Dengan beberapa kali penyesuaian, kami makin cepat mendaki puncak kenikmatan.
“Kamu di atas ya, Boy..” kata Dea.
Dia mungkin kelelahan berada di atas terus. Tubuhnya berbaring dan aku naik ke atas tubuhnya. Kembali penisku menghunjam masuk. Gesek nikmat kembali terjadi.. Tetapi aku sangat kesulitan dengan posisi itu karena kakiku terlipat. Aku menghentikan kocokanku. Kutarik Dea agak ke bawah lalu aku berdiri di pinggir ranjang. Aku lebih nyaman dengan posisi berdiri sementara Dea tetap berbaring.
“Boy, lepas saja kondomnya ya?” pinta Dea.
Rupanya dia menginginkan kenikmatan yang lebih. Okay.. Aku melepas kondomku. Dengan perkasa penisku kembali menyodok masuk. Ufh.. hangat.. Kurasakan sensasi hangat dan nikmat saat penisku menerobos masuk vaginanya.
“Ogh.. Yeah..” desah Dea.
Dengan tempo sedang aku memacu birahi kami. Dea mulai gelisah. Serangan nikmat yang kulancarkan perlahan mulai meruntuhkan benteng-benteng sarafnya. Darahnya mengalir makin lancar. Desahan, raungan dan rintihan nikmatnya silih ganti meramaikan suasana remang-remang kamar hotel.
“Boy.. Enak.. Gila.. Okh..” rintih Dea.
Tempoku makin cepat. Suara penisku yang keluar masuk menembus vaginannya juga makin keras. Makin membuatku bersemangat. Dea terguncang-guncang menahan nikmat. Matanya sampai terpejam dan bibirnya menutup, membuka.
“Agh.. Argh.. Boy.. Oh God..” ceracau Dea.
Aku makin cepat mengocok. Tak lama kemudian aku merasakan aku hampir ejakulasi. Aku berhenti dulu. Menenangkan pikiran. Kucabut penisku. Kali ini tugas kulimpahkan pada jariku. Dengan dua jari aku menerobos vaginanya. Mencari dan menemukan G-Spotnya. Titik erotis ini mulai kuserang. Selama ini aku sudah cukup hafal letak G-Spot sehingga dengan Dea aku tidak kesulitan.
Begitu jariku menekan-nekan G-Spotnya, Dea bergetar hebat. Tubuhnya seperti mau terpental keluar. Aku menahannya dengan tanganku yang lain. Desahan Dea makin kuat.
“Okhw.. Ogh.. Sshh.. Ergg.. Uwhh..” Entah bagaimana menuliskan erangannya? Sangat bervariasi dan bahkan Dea mulai mendesis dan mengeluarkan suara seperti mau menangis.
“Egh.. Egh.. Hh.. Hh..”

Aku makin bersemangat. Jariku satunya menyerang klitorisnya. Sebenarnya wanita tidak ada yang frigid. Selama dia menginginkan orgasme, dia akan mendapatkannya. Tentunya sebagai pria aku harus membantunya meraih orgasme. Klitoris dan G-spot, dua titik paling peka di tubuh wanita, dengan ribuan saraf yang peka, kuserang habis-habisan. Dea bergerak makin liar. Kedua tangannya mencengkeram erat sprei di ranjang.
“Aku nggak kuat, Boy.. Sudah..” pintanya.
Inilah Dea. Ingin orgasme, tapi saat sudah mendekati, malah minta berhenti. Tentu aku menolaknya. Penisku yang sedari tadi melihat jariku beraksi mulai cemburu. Dia mulai ingin bekerja lagi. Haha.. Dengan ijinku, penisku kembali menerobos masuk. Kali ini aku mengarahkan penisku ke atas, berusaha menyentuh G-Spotnya. Lalu kusodok dengan tempo pelan. Tubuhku menindihnya menghampiri Dea yang segera saja memelukku.
“Boy, oh.. God.. Yess..” erang Dea.
Aku terus memacu penisku. Lama-lama makin kuat dan cepat, sampai akhirnya dengan kecepatan tinggi dan tenaga kuat aku mengocoknya dengan stabil.
“Ck.. Ck.. Ck.. Sr.. Sr.. Ck..” suara penisku yang beradu dengan vaginanya.
“Argh.. Arghh” Dea berteriak.

Jarinya mencengkeram punggungku dan mencakarnya. Wah, luka lagi deh.. pikirku. Tapi tidak masalah. Aku sungguh menikmati melihat wajah Dea yang sedang dilanda birahi. Matanya terpejam, merah, dengan mulut yang mengeluarkan suara-suara mirip tangisan.
“Sudah.. Boy.. Sudah..” Dea kembali ingin berhenti. Aku terus memacunya.
“Gila kamu Boy.. Gila..!!” Dea terguncang-guncang.
“Ah.. Ah.. AAHH…”

Dea melenguh panjang. Tubuhnya agak mengejang dan terangkat sedikit. Kurasakan jemarinya kaku. Kakinya juga mengejang. Goyangannya berhenti. Matanya terpejam dengan mulut terbuka menganga. Dea orgasme. Tapi aku belum, maka dengan cepat aku mengocokkan penisku mengejar orgasmeku. Tetapi orgasmeku masih lama. Beberapa menit kemudian Dea membuka mata. Penis kucabut.
“Sudah Boy.. Aku capek banget.. Gila.. Badanku lemas sekali” bisik Dea.
“Mau aku terusin?” aku ingin membuatnya mengalami multi orgasme.
“No.. Aku capek sekali..” katanya. Aku jadi heran. Wanita mana yang menolak multi orgasme?
“Kamu belum pernah mengalami ini ya?”
“Iya.. Malu-maluin ya?” Dea tersipu malu.

Dia sudah ML sejak 4 tahun yang lalu dan ini adalah orgasme pertamanya! Aku cuma tersenyum. Wajar deh kalau dia sampai kelelahan begitu. Tak kukira dia sampai lemas begitu. Aku berdiri dan minum air mineral. Kemudian berbaring di ranjang. Dea kembali menaiki tubuhku dan menciumku. Aku membalas ciumannya. Beberapa menit kami bercumbu, lalu aku duduk dan mulai memijat tubuhnya.
“Wah.. pakai dipijat segala..” katanya.
Tentu saja, ada foreplay, making love, dan afterplay. Aku menyebutnya after orgasm service. Kupijat punggung, tengkuk dan pinggulnya. Dea tampak kelelahan. Nafasnya masih memburu. Aku sendiri malah dalam top form. Setelah kejadian tadi, aku berhasil melupakannya dan bangkit menjadi perkasa. Inilah aku, yang selalu berusaha membuat wanita orgasme.
“Kamunya sendiri belum dapet ya Boy?” tanya Dea.
Iya sih.. Aku belum orgasme, tetapi tidak masalah. Aku sudah ratusan kali orgasme, sedangkan Dea.. Ini adalah pertama kalinya! Banyak wanita yang berpikir dia sudah mengalami nikmatnya bercinta. Benar. Tetapi banyak wanita yang tidak tahu, bahwa mereka belum pernah mencapai orgasme.. Ketika malamnya aku mengantar Dea pulang dan kami berkirim SMS, aku kembali menanyakan apa yang dirasakannya.
“Dea.. Tadi kamu tidak faking orgasme (pura-pura) kan?” aku tentu saja tidak ingin wanita yang ML bersamaku berpura-pura mengalami orgasme.
“Tidak, Boy. Sudah kubilang, aku tidak mengejar orgasme. Jadi mengapa aku berpura-pura? Aku ragu-ragu waktu kau bilang akan membuatku orgasme, tetapi waktu mengalaminya.. Astaga.. Luar biasa..” balas Dea.
“Oh ya? Bagaimana rasanya? Bagian tubuh yang mana yang merasakan orgasme?” tanyaku penasaran.
“Seluruh tubuh, Boy. Tapi ya di bagian bawah itu yang paling terasa. Gila.. Aku seperti melayang, terbang. Kepalaku seperti terbelah dua. Semua gerakan tubuhku waktu orgasme seperti bukan otakku yang mengontrolnya. Lepas kendali.. Enak sekali. Tapi ya itu.. Lemasnya itu yang aku nggak tahan..”

Aku tersenyum membaca SMS-nya. Berbeda dengan pria yang hanya dapat merasakan nikmat di penisnya, wanita mengalami kenikmatan di seluruh tubuhnya. Urat nadinya terbuka, darah mengalir lebih lancar.. Benar-benar wow!
“Sory ya Dea karena aku tadi sempat gagal. Aku belum hebat deh tadi..”
“Boy.. Segitu tidak hebat? Sulit dipercaya. Banyak hal yang baru kualami pertama kali waktu ML denganmu. I will never forget it..” Aku tersanjung berhasil membuat Dea orgasme untuk pertama kalinya.

Besok paginya aku bangun dan melihat ada SMS dari Dea..
“Boy, I go back home to my city. Thanks for accompany me while I’m in your city, especially for the nice memory. Hope to see you again soon and I’ll wait for the story. Take care, keep in touch and bye bye.. :)”
Wanita seksi dengan puting menantang itu telah pulang ke kotanya. Aku jadi teringat malam itu, sehabis bercinta dengannya, aku menanyakan hal yang sama pada Dea. Tentang pilihannya. Cowok yang jago tapi sangat buruk pribadinya, atau impoten tapi pribadinya sangat baik.
Dea ternyata lebih memilih cowok yangnya jago. Akan tetapi jika itu untuk pasangan seumur hidup, dia jadi bimbang dan memilih abstain. Ketika aku memintanya untuk mempertimbangkan keluarga, anak-anak dan semua aspek.., Dea memilih laki-laki yang pribadinya baik, tetapi itu setelah usianya di atas 30 tahun, setelah dia berhenti dari semua petualangannya.
Dea, jika kau sudah membaca cerita ini. Thanks sekali lagi. Orgasme-mu bukan cuma karena teknikku, tetapi karena bantuanmu juga. I miss you, and.. your kisses. – Birahi Pertama Dea

Tidak ada komentar:

Posting Komentar